Pengembangan agribisnis kelapa sawit merupakan salah satu langkah
yang diperlukan sebagai kegiatan pembangunan subsektor perkebunan dalam rangka
revitalisasi sektor pertanian. Perkembangan pada berbagai subsistem yang sangat
pesat pada agribisnis kelapa sawit sejak menjelang akhir tahun 1970-an menjadi
bukti pesatnya perkembangan agribisnis kelapa sawit. Dalam dokumen praktis ini
digambarkan prospek pengembangan agribisnis saat ini hingga tahun 2010, dan
arah pengembangan hingga tahun 2025. Masyarakat luas, khususnya petani,
pengusaha, dan pemerintah dapat menggunakan dokumen praktis ini sebagai acuan.
Perkebunan kelapa sawit
saat ini telah berkembang tidak hanya yang diusahakan oleh perusahaan negara,
tetapi juga perkebunan rakyat dan swasta. Pada tahun 2003, luas areal
perkebunan rakyat mencapai 1.827 ribu ha (34,9%), perkebunan negara seluas 645
ribu ha (12,3%), dan perkebunan besar swasta seluas 2.765 ribu ha (52,8%).
Ditinjau dari bentuk pengusahaannya, perkebunan rakyat (PR) memberi andil
produksi CPO sebesar 3.645 ribu ton (37,12%), perkebunan besar negara (PBN)
sebesar 1.543 ribu ton (15,7 %), dan perkebunan besar swasta (PBS) sebesar
4.627 ribu ton (47,13%). Produksi CPO juga menyebar dengan perbandingan 85,55%
Sumatera, 11,45% Kalimantan, 2%, Sulawesi, dan 1% wilayah lainnya. Produksi
tersebut dicapai pada tingkat produktivitas perkebunan rakyat sekitar 2,73 ton
CPO/ha, perkebunan negara 3,14 ton CPO/ha, dan perkebunan swasta 2,58 ton
CPO/ha.
Pengembangan
agribisnis kelapa sawit ke depan juga didukung secara handal oleh enam produsen
benih dengan kapasitas 124 juta ton per tahun. Pusat Penelitian Kelapa Sawit
(PPKS), PT. Socfin, PT. Lonsum, PT. Dami Mas, PT. Tunggal Yunus, dan PT. Bina
Sawit Makmur masing-masing mempunyai kapasitas 35 juta ton, 25 juta ton, 15
juta ton, 12 juta ton, 12 juta ton, dan 25 juta ton.
Secara umum dapat diindikasikan bahwa pengembangan
agribisnis kelapa sawit masih mempunyai prospek, ditinjau dari prospek harga,
ekspor dan pengembangan produk. Secara internal, pengembangan agribisnis kelapa
sawit didukung potensi kesesuaian dan ketersediaan lahan, produktivitas yang
masih dapat meningkat dan semakin berkembangnya industri hilir. Dengan prospek
dan potensi ini, arah pengembangan agribisnis kelapa sawit adalah pemberdayaan
di hulu dan penguatan di hilir.
tujuan utama pengembangan agribisnis kelapa sawit
adalah 1) menumbuhkembangkan usaha kelapa sawit di pedesaan yang akan memacu
aktivitas ekonomi pedesaan, menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan
kesejahteraan masyarakat, dan 2) menumbuhkan industri pengolahan CPO dan produk
turunannya serta industri penunjang (pupuk, obata-obatan )
dalam meningkatkan daya
saing dan nilai tambah CPO dan produk turunannya.
Sedangkan sasaran utamanya adalah 1) peningkatan
produktivitas menjadi 15 ton TBS/ha/tahun, 2) pendapatan petani antara US$
1,500 – 2,000/KK/tahun, dan 3) produksi mencapai 15,3 juta ton CPO dengan
alokasi domestik 6 juta ton.
Strategi pengembangan agribisnis kelapa sawit
diantaranya adalah integrasi vertikal dan horisontal perkebunan kelapa sawit
dalam rangka peningkatan ketahanan pangan masyarakat, pengembangan usaha pengolahan
kelapa sawit di pedesaan, menerapkan inovasi teknologi dan kelembagaan dalam
rangka pemanfaatan sumber daya perkebunan, dan pengembangan pasar. Strategi
tersebut didukung dengan penyediaan infrastruktur (sarana dan prasarana) dan
kebijakan pemerintah yang kondusif untuk peningkatan kapasitas agribisnis
kelapa sawit.
Kebutuhan investasi untuk perluasan kebun kelapa sawit
60.000 ha per tahun untuk lima tahun ke depan adalah Rp. 12,7 trilyun.
Kebutuhan investasi di Indonesia Barat adalah Rp. 5,8 trilyun, investasi petani
plasma sebesar Rp. 3,4 trilyun perusahaan inti sebesar Rp. 1,9 trilyun
pemerintah sebesar Rp. 587milyar. Kebutuhan investasi di Indonesia Timur adalah
Rp. 6,8 trilyun (investasi petani plasma sebesar Rp. 3,9 trilyun, perusahaan
inti sebesar Rp. 2,3 trilyun dan pemerintah sebesar Rp. 649 milyar.
Kebutuhan investasi untuk peremajaan kebun kelapa
sawit 100.000 ha per tahun untuk lima tahun ke depan adalah Rp. 14,6 trilyun.
Kebutuhan investasi untuk peremajaan 80.000 ha di Indonesia Barat adalah Rp.
10,7 trilyun (investasi petani plasma sebesar Rp. 8 trilyun perusahaan inti
sebesar Rp. 2,4 milyar dan pemerintah sebesar Rp. 349,912,500,000). Kebutuhan
investasi untuk peremajaan 20.000 ha di Indonesia Timur adalah Rp.3,9 trilyun
(investasi petani plasma sebesar Rp. 3 trilyun perusahaan inti sebesar Rp.
741milyar dan pemerintah sebesar Rp. 113 milyar Total biaya investasi yang
diperlukan dalam 5 tahun ke depan sekitar Rp. 27,3 trilyun.
Prospek
CPO di Pasar Internasional
Hasil analisis yang dilakukan FAO (2001), Mielke
(2001), dan Susila (2002) menunjukkan bahwa propek pasar CPO di pasar
internasional relatif masih cerah. Hal ini antara lain tercermin dari sisi
konsumsi yang diperkirakan masih terbuka dengan laju pertumbuhan konsumsi CPO
dunia diproyeksikan mencapai sekitar 3.5%-4.5% per tahun sampai dengan tahun
2005 (Gambar 1). Dengan demikian, konsumsi CPO dunia pada tahun 2005
diproyeksikan mencapai 27.67 juta ton. Untuk jangka panjang, laju peningkatan
konsumsi diperkirakan sekitar 3% per tahun.
Peluang
Pasar Indonesia
Secara umum, ada dua sumber permintaan (peluang pasar)
untuk CPO Indonesia yaitu konsumsi domestik dan ekspor. Setelah sebelumnya
meningkat dengan laju sekitar 8% per tahun, peluang konsumsi CPO di dalam
negeri diperkirakan akan meningkat dengan laju antara 6% pada tahap awal dan
menurun menjadi sekitar 4% pada akhir dekade mendatang.
Selanjutnya, untuk periode
2005-2010, laju peningkatan konsumsi diperkirakan adalah 3%-5% per tahun.
Dengan laju pertumbuhan tersebut, maka konsumsi domestik pada tahun 2005 dan
2010 masing-masing adalah 3.92 juta ton dan 4.58 juta ton.
Selain mengandalkan pasar
domestik, pasar ekspor merupakan pasar utama CPO Indonesia. Ekspor CPO
Indonesia pada dekade terakhir meningkat dengan laju antara 7-8% per tahun. Di
samping dipengaruhi oleh harga di pasar internasional dan tingkat produksi,
kinerja ekspor CPO Indonesia juga sangat dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah,
khususnya tingkat pajak ekspor.
Peluang
Investasu dari Perluasan Areal
Berdasarkan peluang pasar tersebut, maka peluang
investasi dari sisi perluasan areal diperkirakan masih cukup terbuka. Secara
teoritis, ada banyak skenario yang dapat dilakukan untuk memenuhi peluang pasar
tersebut. Salah satu skenario peluang perluasan areal adalah pada periode
2003-2005 perluasan areal adalah antara 3.5% per tahun, sedangkan pada periode
2006-2010 adalah sekitar 2% per tahun.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar